Para siswa tidak ragu sama sekali untuk mengambil tindakan demi melindungi mereka dan keluarganya dari ancaman COVID-19

Pada akhir Februari, Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, mengumumkan untuk menutup seluruh kegiatan di sekolah hingga April. Namun, terlepas dari pengumuman tersebut, beberapa sekolah telah memutuskan untuk memulai kegiatan belajar lebih awal.

Hal yang sama terjadi di sekolah-sekolah di prefektur Ibaraki, kecuali para siswa di salah satu sekolah menengah yang memprotes dengan aksi bolos bersama.

Japanese students skip school

Meskipun hanya ada 80 siswa tahun ketiga yang melakukan protes ini, mereka berhasil memobilisasi dan mengajukan pernyataan kepada Dewan Pendidikan Prefektur. Terdapat dua tuntutan utama mereka disini:

  1. Sekolah harus tetap ditutup untuk saat ini hingga prefektur mampu menyediakan masker yang memadai bagi seluruh siswa.
  2. Selama liburan kegiatan sekolah, sistem online harus dibuat sehingga kami dapat terus menerima pendidikan kami tanpa resiko terinfeksi atau menginfeksi orang lain.

Prefektur Ibaraki memiliki sekitar 125 kasus yang dikonfirmasi dan bukan prefektur yang paling parah di Jepang, namun alarm dan perbedaan pendapat yang diungkapkan oleh para siswa dapat dipahami. Mempertimbangkan banyaknya jumlah siswa di tiap kelas dan jumlah siswa yang berlalu lalang di sekolah, lembaga pendidikan secara logika merupakan sarana utama penyebaran virus selama epidemi.

Tuntutan para siswa mendapat banyak tanggapan baik oleh netizen Jepang. Mereka mendukung dengan cara memposting sebuah tulisan dan berspekulasi bagaimana sekolah akan merespon.

“Ini adalah gerakan siswa dari periode Reiwa!”

“Selamat untuk anak-anak ini!! Anda tidak dapat memberitahu orang-orang untuk tinggal dirumah namun memaksa anak-anak untuk pergi ke sekolah.”

“Orang bisa mengatakan di negara lain memprotes adalah hal biasa. Tetapi di Jepang, bukan itu masalahnya dan saya bertanya-tanya bagaimana orang dewasa akan mengambilnya. Ini adalah akhir bagi orang Jepang yang menyebut anak-anak egois dan menuntut agar mereka harus mendengarkan orang dewasa. Sangat terpuji bahwa para siswa dapat melakukan ini.”

“Bukankah itu tugas orang dewasa untuk melindungi anak-anak? Saya sangat berharap sekolah tidak menganggap tindakan yang sangat tidak disiplin ini parah, karena itu akan sangat memalukan”

“Ini adalah masalah hidup dan mati bagi para siswa. Jika siswa terinfeksi, maka bukankah ada peluang besar mereka dapat menginfeksi anggota keluarga mereka juga? Setiap orang harus berhati-hati.:”

Namun, tak sedikit warganet yang tidak setuju dengan aksi para siswa tersebut. Beberapa menuduh para siswa hanya menginginkan istirahat sejenak dari sekolah. Rasa skeptis ini, mereka tulis dalam jejaring sosial :

“Karena sekolah ini terkenal memiliki siswa yang cukup pintar, mereka mungkin ingin waktu luang lebih untuk mempelajari mata pelajaran yang menjadi kelemahan mereka. Mereka akan mendapat lebih banyak keuntungan belajar jika tidak ada pekerjaan rumah (PR).”

Jenis-jenis pernyataan ini tampaknya agak tidak berperasaan, mengingat para siswa harus memberikan yang terbaik bagi akademis mereka serta kekuatan fisik, emosi, dan mental mereka selama masa-masa yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Beberapa hari kemudian administrasi SMA Hitachi Daiichi merilis penyataan di situs web resmi sekolah. Dalam pernyataan itu, kami menemukan bahwa sekolah tidak akan dibuka kembali, meskipun para instruktur akan tetap di sekolah untuk menjawab pertanyaan, membantu siswa, dan memberikan konsultasi selama jam-jam tertentu. Sekolah juga merekomendasikan siswa untuk memeriksa suhu tubuh mereka setiap pagi dan menyarankan siswa untuk menggunakan masker jika mereka perlu pergi ke sekolah untuk alasan apa pun.

Namun, penyataan sekolah dalam merespon siswa yang protes menjadi tidak jelas, mengingat bahwa hanya beberapa hari yang lalu Perdana Menteri Shinzo Abe memperpanjang status keadaan darurat dari beberapa prefektur menjadi ke seluruh prefektur.

Terlepas dari keputusan administrasi sekolah, seharusnya, pernyataan baru itu menjadi kabar baik bagi para siswa dan terutama bagi anggota keluarga mereka yang memiliki resiko tinggi terinfeksi. Harapannya, sekolah akan beralih ke sistem online. Sehingga pengajar dan anggota staf dapat mendukung siswa dari jarak jauh sambil menjaga kesehatan bersama.

Sumber: Livedoor News, Jin Via Soranews
Top image: photoAC
Insert image: Pakutaso

Dazu Chcok

Manga Musubaru Yakeato Karya Shiori Amase (All Out!!) Mendekati Klimaks dari Bagian Keduanya

Previous article

Paul Haddad, Aktor Pengisi suara Leon di Resident Evil 2 Meninggal Dunia.

Next article

Comments

More in News

You may also like